Iklan

Kamis, 06 Desember 2012

Belajar Memaafkan dan Merelakan

Hai blog-ku. Tunggu, sepertinya aku harus membersihkanmu lebih dulu...
Debumu sudah banyak sekali :D

Hari ini aku mau curhat disini. Sudah lama banget nggak curhat lagi disini karena sebenarnya menuliskan perasaan di blog itu agak aneh menurutku. Tapi, yasudahlah sekali-sekali kan nggak apa-apa....

Semalem aku begadang dengan salah satu teman se-kosanku. Bukan begadang mantengin TV buat nonton bola..tapi begadang hanya sekedar ngobrol-ngobrol. Yah sambil curhat-curhatan. Kami masing-masing cerita tentang keinginan-keinginan terpendam kami, tentang perasaan kami saat-saat ini, tentang pengalaman, tentang pandangan hidup... Dan pandangan hidupnya itu aku kagumi :)

Pandangan hidup bahwa hidup kita adalah untuk orang lain. Suatu prinsip mulia yang sulit ditiru. Ia sering cerita kalau hidup itu akan bermakna ketika kita dapat berdampak sosial pada orang lain. Cara pandang seperti itu sekarang sedang aku usahakan untuk dapat kujadikan prinsip hidupku. Meskipun begitu aku sadari bahwa diriku masih sangat egois, mementingkan kepentingan pribadi, serta takut dirugikan apabila terlalu banyak menolong.

Kemudian, setelah kami berbincang-bincang tentang cara pandang dia, aku berbicara tentang cara pandangku. Aku jelaskan kalau aku punya beberapa hal yang aku rasa merupakan nasib buruk bagiku. Aku mengeluh dan protes pada keadaan yang tidak seperti aku inginkan. Namun lagi-lagi ia menasehatiku dengan bijaksana, "Cobalah kamu jangan lihat ke atas terus, sekali-kali kamu melihat ke bawah..." , aku tahu ungkapan itu, aku tahu klise itu. Namun hal itu masih begitu susah untuk ku praktekkan. Rasa syukur, dan pandangan untuk hidup demi orang lain. Dua hal itu yang ingin aku coba jadikan karakterku sekarang ini.

Melanjutkan perbincangan kami tadi, akhirnya sampailah pada saat ketika kami kembali membicarakan tentang masa lalu ku di SMA yang suram. Aku membenci salah satu anggota keluarga besar-ku, karena dialah penyebab aku mengalami masa-masa tersulit di dalam hidupku. Yaitu masa ketika aku tidak memiliki seorang kawan, kesepian, kelaparan, kurang kasih sayang, penyendiri, depresi, dan hal-hal negatif lainnya.

Aku tidak menyadari diriku dulu akan menjadi orang yang begitu mengalami tekanan mental yang begitu besar. Aku juga terlambat menyadarinya, dan ketika aku menyadari bahwa ada sesuatu yang salah dengan diriku, semuanya sudah terlambat. Membutuhkan waktu sekitar empat tahun sampai aku benar-benar merasa lega dan hilang dari trauma tersebut. Aku mendendam dan segitu inginnya aku membunuh orang yang sudah menyakitiku tersebut. Namun, kembali lagi temanku itu mengingatkanku untuk mencoba memaafkannya. Sejak setelah pembicaraan kami, aku jadi berpikir bahwa yang dikatakannya ada benarnya juga. Tapi tidak semudah itu dipraktekkan. Sontak, perasaan tidak berdaya dan kesedihan yang belum pernah kurasakan sebelumnya itu kembali muncul di ingatanku...alhasil, air mataku turun.

Aku keluar kamar, masuk kamar mandi untuk siap-siap sholat subuh karena kami berbincang-bincang hingga fajar. Tangisku di kamar mandi malah menjadi-jadi. Aku tahan agar tak bersuara. Lalu aku membayangkan mantan ku yang pernah kusakiti. Kemudian aku berangan pada diri sendiri, apa sakit yang aku sebabkan ke dia juga sebesar ini? Kalau iya, aku harus segera minta maaf padanya.

Setelah semua itu berlalu beberapa jam, aku mulai berpikir untuk mulai memaafkan dan merelakan kehidupan suram yang pernah kurasakan di masa lalu. Mudah-mudahan aku bisa mempraktekkannya. Lalu aku ingin bisa hidup untuk orang lain juga. Amin

Selasa, 21 Agustus 2012

Apa yang Menjadi Niat Utama Saya untuk Menjadi Seorang Komikus

Sekitar 3 jam yang lalu saya browsing di Google tentang bagaimana caranya untuk segera melakukan tindakan dan saya sampai pada website ini . Sensophy.com . Ya, kamu bisa melihat-lihat website tersebut. Menonton video-video nya dan membaca-baca artikel-artikel nya. Saya menonton dan membaca banyak video dan artikel di website tersebut dan jadi menyadari bahwa saya adalah orang yang tidak begitu memahami diri saya sendiri. Hal ini terbukti dari tes kepribadian yang saya ambil yang mana hasilnya bisa kamu lihat di sisi kanan dari blog saya ini. Lihatlah bagian Multiple Intelligence dan kemudian lihatlah Intrapersonal saya. Rendah bukan? Dan setelah saya mengenal website sensophy.com saya menyadari bahwa salah satu kunci untuk bisa tetap konsisten terhadap hal-hal yang kita sukai adalah memahami mengapa diri kita suka atau mau melakukannya.

Untuk diri saya, hal yang paling pertama muncul di benak saya ketika saya bertanya pada diri sendiri apa yang ingin saya lakukan di dunia ini yang belum saya capai adalah menjadi seorang komikus. Hal ini sudah menjadi keinginan saya semenjak saya masih duduk di bangku SMP. Namun, di perjalanan hidup saya, saya pernah benar-benar menyerah dan merasa bahwa saya tidak akan bisa mencapai cita-cita tersebut. Mungkin karena saya memang kurang banyak berusaha, kurang banyak membuat komik dan hanya berkutat pada mencari referensi dan mencari cara 'bagaimana melakukannya' daripada benar-benar melakukannya. Taekwondo dan rap mengajari saya bahwa saya bisa melakukan taekwondo dan rap walaupun saya tidak banyak mencari tahu cara melakukannya. Saya lebih banyak melakukan latihan daripada melakukan pencarian 'bagaimana melakukan'-nya.

Oke, kembali ke soal komik. Saya memang belum menciptakan apa-apa. Hal yang paling besar yang pernah saya lakukan di bidang komik adalah membuat 24 halaman komik komedi untuk sebuah lomba komik internasional yang saya tidak menangkan bahkan tidak masuk ke dalam 10 besar. Oke, itu tidak apa-apa. Tapi, saya pikir bahwa saya mungkin terlalu membanding-bandingkan diri saya dengan para komikus pro di luar sana yang bisa membuat halaman-halaman komik yang sangat hidup dan menginspirasi para pembaca. Saya sudah melihat komik-komik amatir buatan lokal di komikoo.com atau ngomik.com yang mana kebanyakan juga tidak terlalu bagus. Tapi, saya dengan sombongnya tidak sudi membandingkan kemampuan diri saya dengan para amatir itu walaupun saya sendiri juga seorang amatiran. Kemalasan saya untuk gagal dan tidak bagus dalam membuat komik membuat saya malas untuk bahkan memulainya. Paradigma saya itu harus saya ubah mulai dari sekarang.

Kemudian, mari menuju tujuan utama dari post ini. Mari saya paparkan Apa yang Menjadi Niat Utama Saya untuk Menjadi Seorang Komikus.
1. Saya ingin membuat orang lain terhibur, bahagia, tertawa
2. Saya ingin membuat orang lain terinspirasi untuk melakukan sebuah perubahan bagi bangsa Indonesia. Saya ingin agar bangsa ini memiliki anak-anak yang menyadari bahwa bangsa kita harus lebih baik lagi dari sekarang
3. Saya inign membuktikan pada semua orang yang sudah mengetahui dan terlebih kepada orang-orang yang meremehkan kemampuan saya dan berkata bahwa saya tidak akan bisa menjadi seorang komikus bahwa saya bisa menjadi komikus pro dan membuat mereka diam.

Saya tidak dapat memikirkan hal lain selain ketiga hal diatas. Saya tidak ingin menjadi komikus untuk mencari uang. Saya tidak suka sorotan makanya saya tidak ingin menjadi terkenal karenanya. Saya kira saya hanya ingin menginspirasi dan menjadi inspirasi bagi orang lain. Untuk membangun Indonesia dan dunia menjadi tempat yang lebih baik lagi.

Sekarang apa yang harus saya lakukan untuk bisa mencapainya? Jacob Sokol (pemilik sensophy.com) berkata bahwa poin-poin untuk membuat kita berhasil bukanlah tentang pertanyaan 'apakah aku mampu?' tapi pertanyaan-pertanyaan seperti 'apakah aku punya waktu?', 'apakah aku punya energi?', intinya yakni 'apakah aku memiliki sumberdaya untuk mencapainya?'. Jika jawabannya ya, maka seharusnya kamu bisa berhasil. Dan jika kamu gagal, kamu harus mencari strategi lain. Itu yang ia katakan.

Saya pikir cukup penjelasan saya. Dan bagi kamu semua yang ingin mewujudkan sesuatu namun kamu merasa bahwa kamu tidak dapat mewujudkannya, saya sarankan kamu untuk berdialog dengan diri kamu sendiri dan bertanya 'Apa yang Menjadi Niat Utama Saya untuk Melakukan/Menjadi ....". Dan apabila kamu belum tahu apa passion kamu, "Carilah, jangan berdiam diri" by--Steve Jobs--

Terimakasih.

Selasa, 07 Agustus 2012

Jangan hanya mengambil, berilah

Semalam aku bermimpi sesuatu yang membuatku tersadar untuk lebih bersyukur lagi dalam menjalani hidup ini. Di mimpi itu ada orang yang aku sayangi yang buta. Di mimpi itu ceritanya beliau memang buta semenjak lahir. Tapi, namanya juga mimpi aku ga bisa protes atau heran karena pada kenyataannya beliau tidaklah buta. Di mimpi itu singkatnya terjadi suatu hal yang agak mengharukan. Kucium beliau dan beliau pun menangis. Dan aku juga ikut mau menangis. Kata beliau beliau bangga padaku karena atas apa-apa yang sudah aku lakukan selaman ini dan masih memperdulikan beliau apalagi dengan keadaan buta beliau.

Disitu aku terbangun karena dibangunkan temanku untuk sahur. Dan aku membayangkan bagaimana jika hal yang kumimpikan itu kenyataan. Dan bagaimana apabila yang kumimpikan itu menimpa kepadaku. Tentu mimpiku untuk jadi komikus atau kesenanganku dalam hal kesenian akan sirna begitu saja tanpa ada harapan atau kesempatan lagi untukku. Aku akan jadi orang yang tidak mampu berkarya (yang menggunakan indera mata).


Lalu aku mengingat kembali segala pikiran-pikiran negatif dan rasa kufur-ku pada nikmat-nikmat Tuhan yang telah Ia berikan kepadaku selama ini. Selama ini aku tidak pernah kekurangan harta, keluargaku lengkap, aku dapat pendidikan, kendaraan pribadi. Tapi aku masih suka mengeluh dengan hal-hal sepele. Suka marah dengan hal-hal yang tidak bisa kudapatkan, dan suka mendendam terhadap hal-hal buruk yang pernah terjadi di masa lalu. Dengan menghiraukan bahwa aku masih diberikan nikmat mata yang belum dicabut.


Lanjut, beberapa jam setelahnya aku mulai nge-net, twitteran dan menemukan sebuah twit orang yang kurang lebih isinya begini: "ga apa aku ga bisa BELANJA DI LUAR NEGERI tapi aku masih memiliki KELUARGA, DAN TEMAN-TEMAN yang berharga". Pikirku secara instan, "belanja di luar negeri? buset ini orang keinginannya tersier banget sementara ada orang yang bahkan bisa beli di domestik aja sudah senang". Dan singkat cerita aku kembali teringat ke mimpi yang tadi. Untuk bersyukur...


Liat-liat TL lagi dan aku ketemu temanku waktu SMA nge-twit tentang protesnya dia terhadap struktur kota Samarinda yang jelek. Kupikir percuma saja berkoar-koar di media sosial ga bakalan didengerin. Kemudian aku balas twit dia: "Tapi ga tahu caranya gimana. Ga tahu step-step yang harus diambil apa" (untuk membuat sebuah perubahan). Lalu dia balas lagi: "speak out, blg ke semua org dgn smua cara cerdas klo keadaan ini udah ga bener, jabarin masalahnya bagus klo ada solusinya". Yang kepikiran di kepalaku itu dengan membuat gambar-gambar atau komik-komik.


Selama aku kuliah selama tiga tahun aku jarang bertemu dengan teman yang punya visi seperti temanku yang satu itu. Kalau pun ada biasanya mereka dari ITB. Seperti teman SD ku yang barusan kemarin kami berhubungan lagi setelah 11 tahun tidak bertemu, aku melihat twit-twit dia di profile-nya dan ia bahkan nge-twit kalau ia harus menciptakan perubahan bagi Indonesia dalam 5 tahun mendatang. Yang kepikran di kepalaku, "Apa anak-anak ITB memang seperti ini semua ya? Mulai dari Pandji, lalu teman 2 teman SD ku yang masuk ITB juga sama, andaikan aku diterima di ITB waktu itu pasti aku dapat teman-teman yang lebih produktif". Tapi bukan berarti teman-teman ku di institut ku yang sekarang tidak ber-visi. Aku sendiri masih kalah sama mereka. Seharusnya aku sadar diri. Dan seharusnya aku bukan hanya berkeinginan untuk meraih cita-cita serta mengubah Indonesia menjadi lebih baik, namun mulai beraksi untuk mewujudkannya. Diriku yang takut gagal seharusnya dibuang saja ke laut :)


Lalu aku berpikir lebih dalam tentang semua yang sudah kumengerti dari semalam sampai subuh tadi, mulai dari mimpiku sampai baca twit-twit teman-temanku tadi. Dan aku menyadari bahwa sebenarnya ada begitu banyak orang yang perduli sekali dengan bangsa ini maupun dengan orang-orang kecil. Walaupun ada juga orang yang sinis dan apatis, tapi di dunia ini memang selalu ada langit dan ada bumi, ada hitam ada putih. Dan  aku jadi berpikir untuk memberi lebih banyak daripada yang selama ini sudah kuberikan. Berikan apa saja yang bisa kuberikan untuk siapa saja. Dan berhenti mengeluh dan menjadi tamak dengan berusaha mendapatkan apapun yang nafsuku katakan. Dan justru fokus pada keinginan-keinginan tertentu saja.


Jika kau berpikiran sama denganku, mari kita berusaha. :)

Selasa, 03 Juli 2012

Arti Hidup

Kau sedang membaca posting-an ini karena kau tidak sengaja membacanya, atau mungkin karena kau penasaran, atau mungkin karena kau hanya iseng saja. Yang mana pun alasannya, itu merupakan takdirmu. Takdir untuk tidak sengaja, atau memang ingin membaca posting-an ini. Menurutku, takdir menentukan keinginan atau perasaan kita pada setiap waktu. Katakanlah, pagi tadi Anda sedang dalam keadaan prima dan keluar rumah dengan ceria serta penuh semangat. Anda tak sabar untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang menyenangkan bagi Anda. Lalu, katakanlah siang hari nya Anda mendapat telepon dari perusahaan X bahwa Anda lamaran pekerjaan Anda ditolak oleh perusahaan tersebut. Lalu hati Anda merasa sedih. Kemudian Anda ingin mencari teman untuk berbagi, atau mungkin Anda hanya ingin sekedar menyendiri dan menenangkan diri. Tindakan-tindakan yang kita kerjakan merupakan wujud dari keinginan atau hawa nafsu kita.

Marilah kita berpikir dalam lingkaran yang lebih besar dan keluar dari pikiran sempit keinginan pribadi. Coba kita lihat visi dan misi sebuah perusahaan misalnya, atau mungkin juga idealisme sebuah negara. Sekarang adalah abad ke-21. Sebelum abad ke-21 sejarah manusia panjang sekali. Banyak hal yang telah terjadi, mulai dari pendirian negara itu sendiri sampai kepada perang dunia. Atas dasar apa hal-hal itu terjadi? Mengapa manusia sampai membuat negara-negara? Mengapa manusia tidak hidup bersama-sama saja. Tidak ada negara, tidak ada pembeda.

Keegoisan manusia lah yang melahirkan perang. Demi kepentingan sekelomok oknum, perang dilancarkan. Demi paham sekelompok oknum yang memiliki kekuasaan atas rakyat dan bangsanya, mereka mengotori tangan bangsa mereka sendiri. Rakyat yang tidak sependapat dan tidak ikut campur, mungkin bahkan tak tahu apa-apa menjadi ikut tersalahkan apabila negara mereka menyerang negara lain.

Maaf bila tulisanku out of topic, tapi begitulah yang ada dipikiranku. Terkadang suka melompat-lompat. Tapi inti yang ingin kusampaikan adalah bahwa keinginan manusia sangat dahsyat. Ia bisa menciptakan perdamaian, dan juga peperangan. Aku suka membaca novel-novel karya Agatha Christie akhir-akhir ini dan  menyadari bahwa di dunia ini menyimpan banyak rahasia dan kepura-puraan di balik setiap orang, terutama pada masa peperangan. Sampai sekarang pun hal itu masih berlaku. Misalnya, seseorang yang ingin menjadi pejabat, ia akan menggandeng para preman untuk mengancam warga memilihnya. Atau misalnya terror yang diberikan oleh pejabat-pejabat yang korupsi kepada para anggota KPK.

Sekarang marilah kita bicarakan topik yang lain namun masih berkaitan. Jika tadi kita bicara tentang keburukan sifat manusia yang serakah, sekarang kita bicara tentang mimpi atau passion setiap individu manusia. Setiap manusia tentunya memiliki keinginan pribadi atau hasrat terbesar dalam hidupnya. Hal yang ia paling sukai. Dan hal-hal itu (hobby) setiap orang berbeda-beda.

Terkadang aku berpikir dan berangan-angan apakah yang paling diinginkan manusia di muka bumi ini? Jawaban yang kutemukan adalah kebahagiaan, kepuasan. Aku mengasosiasikannya kedalam bahagia di dunia dan bahagia di akhirat, yang artinya keinginan untuk masuk surga.

Untuk meraih keinginan-keinginan itu, tentunya ada segelintir pekerjaan yang harus manusia lakukan, bisa juga beberapa pengorbanan. Namun, keinginan-keinginan itu hanyalah fana dan bersifat sementara. Kita melakukan sebuah aktivitas lalu berpindah ke aktivitas yang lain karena bosan atau merasa perlu mengganti aktivitas kita. Kita bermain, makan, minum, tidur, bekerja, mencari nafkah untuk mempertahankan hidup. Tapi apakah hidup itu penting untuk dipertahankan? Apakah ia begitu pentingnya sampai kita mau bersusah payah melakukan hal-hal rutin itu? Apakah ia pantas dipertahankan apabila kita tidak merasa bahwa hidup kita pantas untuk dipertahankan? Ataukah kita hanya takut untuk mati? Apakah hidup kita adalah untuk makan, atau untuk meraih cita-cita, ataukah ia adalah untuk membahagiakan orang lain, ataukah ia hanya untuk menyembah kepada-Nya?

Hidup terasa membosankan bagiku. Aku merasa kita sudah dibodohi oleh hidup dan keinginan/hawa nafsu kita agar kita melakukan satu aktivitas ke aktivitas berikutnya terus sampai ajal menjemput kita.

Dan untuk soal perang tadi, aku pikir perang itu ada karena keegoisan oknum yang ingin memliki kekuasaan. Fuck you untuk para pengincar kekuasaan dengan cara yang terkutuk itu!

Senin, 25 Juni 2012

Pengingat


Diatas adalah video dimana Ice-T mewawancarai Eminem tentang bagaimana hidup Eminem di dunia hip-hop. Judul film dokumenter yang disutradarai oleh Ice-T ini adalah "Something from nothing: The art of rap".

Seperti yang kita tahu kisah hidup Marshall Mathers a.k.a Eminem di dunia hip hop tidak langsung berjalan mulus. Pertama kali ia mencoba untuk rap di depan penonton ia di boo-ed. "I gotta quit", he said. Tapi, setelah beberapa waktu ia berpikir bahwa ia harus bangkit dan mencobanya sekali lagi. Walhasil, sekarang ia menjadi salah satu dari rapper-rapper terbaik sepanjang masa.

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa Marshall Mathers memiliki endurance yang tinggi. Ia tidak mudah menyerah dan selalu belajar. Hal seperti itulah yang harus dicontoh. Mungkin ini terdengar sedikit aneh, tapi mungkin bila aku membayangkan diriku dimarahi dan disemangati atau diingatkan oleh Marshall Mathers ketika aku malas atau ingin menyerah, mungkin..mungkin aku tidak akan mengeluh dan terus berusaha menggapai keinginanku.

Kata menyerah... DULU tidak ada di kamus ku. Tapi seiring waktu yang berjalan, dan semakin tidak berkembangnya aku, aku mulai berpikir untuk menyerah saja untuk menggapai cita-cita yang tampaknya mustiahil. Aku takut membuang-buang waktuku. Aku berpikr bahwa mungkin apabila aku berpindah ke bidang lain aku dapat sukses dengan lebih mudah. Tidak tahu apakah itu benar dengan polosnya aku mengikuti bisikan pengecut itu. Sekarang, dengan mendengarkan lagu-lagu Eminem yang selalu penuh semangat, kuharap aku bisa berubah. Biarkan lagu-lagunya jadi Pengingat bagiku untuk tidak putus asa.

Kamis, 29 Maret 2012

Bintang

Hai Bintang yang seharusnya dekat denganku.
Apa kabarmu?
3 tahun telah berlalu
Dan belum kusampaikan perasaanku padamu
Jangan salah sangka, bukan buah nangka atau buah semangka
Juga bukan angka-angka, kalian jangan berprasangka
Bintang ini bukan bintang sebaya, namun bintang yang sudah tua
Bintang ini adalah bintang yang menciptakan aku
Dari bibit bintang yang ia punyai
Sehingga ku tumbuh sehat dan besar seperti sekarang ini

Bintang yang seharusnya dekat namun jauh
Aku penasaran dengan dirimu
Bagaimanakah asal usul mu?
17 tahun telah berlalu dan hanya sedikit yang kutahu
Tentang dirimu maupun sifatmu
Andaikan aku lebih mengerti dirimu
Daripada hanya sekedar pulang dan pergi mu dari rumah kita
Hanya sebatas tahu apa yang sedang kau kerjakan
Dan hanya tahu apa yang kau paksakan
Kepadaku, seperti biasa kau suka tiba-tiba memaksa
Dengan ancaman dan hukuman
Yang selalu kau beri padaku semenjak ku masih kecil
Demokrasi sudah kau bakar dari kamusmu
Otoriter adalah sikapmu
Dan kau heran kenapa aku takut padamu?
Tapi sekarang sudah beda
Rasa cinta tidak lagi sebesar dulu
Karena setelah kuingat-ingat kejadian di masa lalu
Ku sadari bahwa caramu tidak sepantasnya kau lakukan kepadaku dulu
Walau kau bermaksud mendidikku tapi semua yang kau perbuat padaku membakas di hati
Apakah ingatan ini akan kubawa sampai mati?

Aku sadari kau salah
Dan kini aku membuat jalanku sendiri

Rabu, 14 Maret 2012

Skill nggambar

Akhir-akhir ini aku jadi suka nggambar dengan digital painting dan mencoba menggambar realis..
Susah sih... Untuk digital painting aku masih suka bingung cara maduin warnanya. Untuk realistic drawing aku sudah bisa dikit-dikit yang penting tahu teknik-tekniknya. Ini beberapa contohnya:


Ini gambar realis dari Angelina Jolie. Tidak mirip ya? :P maaf, aku belum selesai, tapi kira kira baru seginilah progress ku :)

Kunci gambar realist terletak pada permainan gelap terang pensil :)

Untuk digital painting, aku berencana untuk ikut lomba desain karakter. Rencananya karakterku itu gini


Inspirasi dari Dragonite-nya Pokemon. Ular yang punya elemen.

Ayam yang punya tangan

Baru begini yang bisa kudesain. Kuharap aku makin jago lagi ntar terutama dalam soal ngewarnainnya.

Kalo ini contoh yang aku buat untuk ngelatih painting dengan main warna:


Supaya semangat aku cari model-model cewek hehehe....
Baru gini sih bisanya. Masih bingung banget gimana caranya bikin kulit yang keliatan natural.

Minggu, 12 Februari 2012

Cinta

Aku rasa aku sudah terlalu dibutakan oleh cinta. Cintaku tidak mengenal jarak, tidak mengenal siapa. Padahal aku belum pernah bertemu dengan cewek ini, aku belum pernah mendengarnya berbicara, aku bahkan tidak tahu bagaimana caranya tersenyum. Yang aku tahu hanya karakternya yang sangat kusuka dan wajahnya lewat foto. Dia bahkan bukan ras Indonesia.
Aku benar-benar tidak mengerti kenapa perasaan khusus bisa tumbuh untuknya.
Sungguh, cinta itu aneh. haha

Kau habiskan hidupmu untuk apa?

Kau habiskan hidupmu untuk apa?

Mungkin kalian punya jawaban masing-masing.
Dengar, selama kita hidup, kita diajarkan bagaimana caranya menjalani hidup ini.
Dari kecil kita disuruh sekolah supaya bisa dapat pekerjaan ketika dewasa.
Dengan polosnya kita ikuti apa yang mereka katakan.

Oh, apa yang baru saja kutulis? Kenapa malah membicarakan sekolah? Dengar, di perjalanan hidup kita lewati banyak hal yang meninggalkan kesannya masing-masing...kita punya kekuatan untuk memilih...memilih apa yang akan kita lakukan.
Perumpamaan kontradiktifnya adalah sekolah. Mungkin itulah sebabnya aku tadi berbicara tentang sekolah.
Kontradiktif bagaimana? Akuilah, kalau dari kecil kita semua disuruh untuk sekolah tanpa tahu benar apa manfaatnya belajar membaca dan menulis. Dengan polosnya mengikuti keinginan orang lain.
Sekarang, ketika kau sudah tumbuh dewasa, tidak ada yang bisa mengaturmu lagi.
Kau bertanggung jawab penuh atas hidupmu sendiri, bukan orang lain. Jadi,
apapun yang akan kau alami dan siapapun yang akan menjadi dirimu nantinya adalah konsekuensi dari perbuatanmu sekarang.
Bila kau malas, tanggung sendiri takdirmu nantinya.
Bila kau berdiri untuk sesuatu sekarang, mungkin kau tidak akan menyesalinya di kemudian hari.
Jadi, untuk surga atau neraka; untuk kaya atau miskin; untuk berhasil atau gagal; untuk bahagia atau sedih; untuk keramaian atau kesendirian; untuk cinta atau patah hati...semuanya pilihanmu sendiri.
Aku tak begitu mengerti tentang peraturan Tuhan jika kita memang sudah diberi jalan masing-masing untuk setiap aspek kehidupan kita.
Setiap dalil bercerita tentang konsekuensi-konsekuensi atas setiap perbuatan kita. Bahkan memberi kita arahan tentang apa yang seharusnya kita lakukan dan apa yang tidak seharusnya kita lakukan.
'Bila kita berdoa, maka kita akan bisa mengubah qodar kita', tapi 'Kita berdoa untuk meminta qodar itu sendiri telah di-qodar'.

...

Kalau dipikir-pikir lagi, kita memang tidak punya pilihan. Pilihan yang kita buat sendiri sudah merupakan ketentuan.
Dan berpikir lagi bahwa aku mendapatkan hidayah ini...dari sekian banyaknya manusia di bumi ini, mengapa aku harus mendapatkan hidayah ini? Kenapa? Kenapa Tuhan mempercayakan dan memberiku kesempatan untuk bisa masuk ke dalam surganya?
Dengan memikirkan hal itu, sudah cukup untuk membuatku bersyukur dengan sangat. Tapi,
entah kenapa aku merasa ada yang kurang padaku.
Tuhan...bila Kau sudah mengatur semuanya, tidakkah Kau merasa bahwa dunia ini tidak adil?
Apakah tidak kasihan orang-orang yang akan masuk ke dalam neraka untuk selamanya?

SELAMANYA...

Dan ketika itu ayat Mu berkata, "dan sesungguhnya apabila mereka dikembalikan lagi ke dunia maka niscaya mereka akan kufur kembali". TAPI, bukankah yang membuat mereka kufur itu Engkau ya Tuhan? Jadi, kenapa?

Begitulah yang kupikirkan. Jadi, lagi-lagi dengan perumpamaan 'SEKOLAH' kita menghabiskan waktu hidup kita untuk beribadah menurut agama yang kita percayai masing-masing. Kita dengan poosnya mengikuti apa yang mereka katakan, apa yang mereka bilang kita sebaiknya lakukan dan tidak lakukan. Kau mau bilang aku ateis? Tidak. Aku bukan ateis bukan juga orang yang setengah percaya setengah tidak. Aku percaya Tuhan ada. Kalau aku ateis berarti aku juga mengikuti apa yang orang-orang ateis katakan. Dan itu berarti aku tidak melakukan perubahan apapun.

Dengar, penjelasan bertele-tele diatas memang sepertinya tidak ada hubungannya dengan judul yang kubuat tapi cobalah berpikir, berpikir tentang apa yang ingin kau habiskan dalam hidupmu.
Kau bisa habiskan untuk menjadi seorang muslim yang taat, atau mungkin menjadi ateis yang bebas, menjadi sosialis, menjadi seorang kapitalis, menjadi tentara yang berperang di medan perang, menjadi penulis yang mengispirasi orang dengan cerita, menjadi penyanyi, menjadi guru, menjadi apapun yang kau inginkan. Ingat...selalu ada pilihan. Dan pilihan itu tidak akan memilih dirinya sendiri.
Kalau aku sih, tidak ingin lagi menghabiskan sisa waktu hidupku di dunia maya (baca: social media) seperti Twitter, Facebook... Aku sudah menghabiskan begitu banyak waktu, berjam-jam di depan laptop hanya untuk mencari kerjaan selagi nganggur. Hanya untuk mencari informasi tentang apa yang sedang terjadi di luar sana, yang notra bene tidak berpengaruh apa-apa terhadap kehidupanku pribadi.
Dengar, daripada aku terus menghabiskan waktu di depan laptop dan tidak mendapatkan apa-apa, sebaiknya aku berbuat sesuatu yang lain...sesuatu yang lebih berguna, sesuatu yang akan menambah nilai diriku mungkin di beberapa tahun kemudian. Kalau untuk pribadiku sendiri, itu adalah dunia seni rupa dan storytelling. Alasannya, karena selama bertahun-tahun hanya itulah yang kupikirkan. Yang selama ini aku impikan aku dapat lakukan...menjadi master di bidang tersebut. Mungkin beda dengan gairah kamu.
Jadi, setelah membaca post ini, pikirkanlah lagi...apa kau ingin kembali ke Twitter atau Facebook mu, atau kau ingin menciptakan sesuatu, apakah kau ingin mengubah dunia? Berguna bagi dunia? Daripada hanya menghabiskan energi bumi untuk makan dan untuk menjagamu tetap hidup...
Itu pilihan kamu. Jadi, pilihlah.

Bersyukurlah

Di kala kau merasa bahwa banyak yang memiliki harta yang lebih dibandingkan kau, ingatlah...banyak dari mereka yang di luar sana masih susah mencari makan untuk bertahan hidup.
Di kala kau merasa sakit dan merasa seperti tak memiliki daya apa-apa, ingatlah...banyak dari mereka yang sudah divonis akan meninggal oleh dokter namun masih bisa ceria.
Di kala kau merasa dirimu sebatang kara dan kesepian, ingatlah...banyak anak di jalanan yang mungkin tidak punya orang tua, bayangkan orang-orang yang hidup sendirian di gunung dan menyendiri, apakah mereka tidak lebih kesepian daripada kamu?
Di kala kau merasa selalu ada yang kurang dengan dirimu, bahwa kau seharusnya lebih bernilai daripada ini, ingatlah...banyak diantara kita yang bahkan memiliki kekurangan permanen, cacat mental atau fisik, tapi banyak juga yang masih berprestasi.
Di kala kau merasa seperti pecahan gelas karena hatimu patah oleh cinta, ingatlah...banyak diantara teman kita yang merasa lebih daripada yang pernah kamu rasakan.
Di kala kau merasa tidak bersyukur terhadap hidupmu, ingatlah...banyak orang yang hidup lebih sengsara dibandingkan dirimu namun masih bisa tersenyum.
Bagaimana bila inilah hidupmu yang paling pol? Pernah kau bayangkan bila mungkin inilah rezeki terbesarmu, dan sekarang kau bahkan minta lebih lagi tanpa bersyukur terlebih dahulu?
Dan ingatlah, orang yang bersykur itu merasa cukup dengan apa yang telah dimilikinya.

Kamis, 09 Februari 2012

Yerrio

Cerita 'Truth or Lie' yang tadinya mau kubuat jadi kubatalkan. Alasannya? Karena terlalu rumit dan akan memakan terlalu banyak waktu untuk menyelesaikannya. Aku tak mendapat konflik apapun yang cukup berat dengan tema 'kebohongan' itu.
Jadi aku beralih ke cerita yang pernah kubuat sebelumnya. Judulnya kayaknya "Yerrio". Ia adalah nama tokoh utama di cerita yang berkisah tentang seorang yang ingin menyelamatkan planetnya dari kehancuran.
Plotnya pun sudah tersusun rapi di otakku. Tinggal kubuat storyline-nya.

Belum bisa menyelesaikan cerita

Sudah sekitar 3 minggu aku mencoba untuk memantapkan ide cerita dengan tema 'kebohongan' ini. Tapi aku masih bingung dengan konflik yang akan kumasukkan. Apa yang bisa dijadikan masalah dengan kemampuan untuk berbohong tanpa ketahuan? Akan ga masuk akal kalau orang bisa bohong tanpa ada yang tahu.
Masalah yang akan kuangkat ingin sekali aku buat kompleks. Aku percaya aku bisa tapi masalahnya ada pada rasionalitas cerita. Aku ga bisa membuat cerita sembarang yang ga masuk akal. Dunia untuk cerita yang tidak masuk akal haruslah juga tidak masuk akal.
Solusinya: bikin konflik yang tidak terlalu banyak, cukup satu tapi cukup kuat untuk dibawa menjadi sebuah cerita.
Untuk itu aku akan terus memikirkannya. Sampai dapat.

Tips in how to make good conlicts in stories

Good Stories Have Good Conflict

Whether writing a tale of good versus evil or a story about people living ordinary lives, conflict is the pivot upon which a good story turns and the reason why readers will keep turning the page. Determining the conflict and analyzing how it affects the characters leads to a powerful and believable story.
A good novel will always have a good conflict—the kind that will make you cheer for the protagonist (the good guy) and want to boo the antagonist (the enemy, bad guy). It needs to be balanced enough to create a true struggle where both opponents are equally or within a hair of being equally powerful and capable of defeating each other so it builds wonderment, fear, and suspense for the reader, fear that the hero will not overcome, and tension to keep the reader turning the page to find out what will happen.

Types of Conflict
If we think back to our high school English classes, we probably remember being taught about the different kinds of conflict. Here they are as a refresher with a few examples:
  • Man vs. Man: Achilles vs. Hector in the “Iliad”; Jean Valjean vs. Javert in “Les Miserables”; King Arthur vs. Mordred in the Arthurian legend.
  • Man vs. Society: This is usually the individual versus city hall, or the person who speaks up against an unjust rule. In Ayn Rand’s “Atlas Shrugged,” it is the capitalists versus those who are trying to create a socialist world. In “To Kill a Mockingbird,” the lawyer must defend a man in court against a racist society.
  • Man vs. the Supernatural: Van Helsing & Co. fighting Dracula. Humanity fighting aliens in “War of the Worlds.”
  • Man vs. Nature: Most Jack London stories—man has to survive in winter or in the wilderness while alone and only able to rely upon his own wits. Tarzan vs. the Lion.
  • Man vs. Himself: Man faces his own demons or weaknesses; he may have to overcome his fear of heights to rescue the girl; he may have to overcome his alcoholism to save his family from falling apart. He may have to find the courage to reject his overprotective mother for the girl he loves, in which case we also have man vs. man (his mother). Sometimes the conflict is subtle, such as the heroine simply “finding herself” as in Kate Chopin’s “The Awakening.”
Elements of Conflict
Beyond deciding on what the form of conflict will be (and good fiction will often have more than one kind of conflict), the conflict has to be strong enough to keep the reader interested. It must be relevant to the story, believable, further the plot, and develop the main character.
  • Relevance to the Plot and Resolution: Good conflict must be relevant to the plot of the novel. If the character must rescue the princess from the dragon, obviously there is man vs. the supernatural (the dragon). However, other conflicts might exist such as man vs. society—if the man is a lowly goatherd, the king may not want him to marry the princess because he’s not of royal blood. The man might also be a coward, so he has to overcome his own fears (man vs. himself) so he is brave enough to stand up to both the king and the dragon. Each of these forms of conflict is relevant to the overall plot and resolution to allow the goatherd to marry the princess. However, it would not be relevant to throw in a story about the man having to rescue his goat from a wolf, although that would also be conflict, unless you can connect it to the main plot—maybe the wolf is the minion of the dragon and sent to steal the goat to distract the man from discovering where the dragon is holding the princess as its prisoner.
  • Believability: The conflict must be believable. If the reader does not feel the conflict is believable, the story will fail, will become laughable, or will result in boredom. For example, man vs. bunny rabbit is not going to be an effective form of conflict because man can easily defeat bunny rabbit. However, bunny rabbit vs. bunny rabbit can result in a powerful fantasy story like “Watership Down” where there is a war between the rabbits that also serves as a metaphor for human society. David and Goliath is another example of an unbelievable conflict, but this time with a twist. David could not physically conquer Goliath based on strength alone, but with wit and skill and his faith in God, he succeeds in killing Goliath with his slingshot.
  • Further the Plot: The conflict must always further the plot. If the main character is on a quest to rescue the princess, it makes no sense for him to meet a pirate and fight him unless that conflict can be tied to the greater goal. If the goatherd can engage the pirate in swordplay and defeat him, and then spare the pirate’s life in exchange that the pirate and his men will go with him to help him rescue the princess (something that may seem impossible for the hero on his own) then the conflict between the pirate and the hero can be used to further the plot.
  • Develop the Character: The conflict has to be relevant to who the character is. If your hero is a marathon winner and he has to race a pygmy to the top of a mountain to achieve his goal, it’s not going to be much conflict (unless you’re going for comedy). But if the hero must battle snakes and the thing he fears most in the world is snakes, then the character becomes dynamic, having to pull upon his courage to face the conflict. Often the conflict may appear to be something like battling an outside force, only for the character to realize he is facing an internal test—a need to reconfirm his goodness, to justify his past actions, to overcome his internal demons, and he only succeeds in winning the conflict when he comes to a place of peace within himself.
When you sit down to write your novel, you might start with the idea for a character such as a beautiful princess, or a plot such as regaining the throne for the rightful king, but the next question is to ask yourself what the conflict will be: What stands in the way of the king regaining his throne? The evil wizard who wants complete power. What does the princess want most—true love? What stands in the way of her achieving true love? Her father will only let her marry a prince but she loves the goatherd. That’s where the conflict comes in, the problem that must be overcome, and the crux around which the plot revolves to drive the book on to its resolution. From there, you figure out a way for the goatherd to overcome the king’s objections, and you figure out what powers the wizard has and how those powers might be overcome to create the conflict. Then you’ll have good conflict. And without conflict, there is no story.

Sourxe: http://www.readerviews.com/Articles-Writing_Good_Stories_Have_Good_Conflict.html

Jumat, 27 Januari 2012

28/01/2012

Yo, what's up?
Sudah lama ga nulis lagi di blog. Yang nota bene merupakan diary elektronik di dunia maya.
Pengen mengabadikan aja kalau Senin kemarin aku, Milla (tmn jurusan) dan kak Dita (kakak tingkat) 'kerja' jadi asisten komikus yang bernama Rizky Arrydesta. Ia mengarang komik XENOPET yang sudah terbit dari sekitar tahun lalu (mungkin?) karena aku pertama kali membacanya sekitar setengah tahun lalu dan kupikir komik itu sudah beredar sebelum aku mengenal komik itu.
Pertama kali aku sampai di rumahnya untuk kerja, aku ditanya apakah aku membawa karya-karyaku? Karena ia mau melihat gaya gambarku.
Dan aku tidak membawa satu gambar pun. Bahkan aku juga tidak membawa satu kertas pun.
Cukup memalukan..haha. untuk seseorang yang berniat menjadi asistennya tidak membawa persiapan apapun. Tapi masih mending lah aku masih membawa peralatan gambar waktu itu.
Alhasil, setelah ia melihat gaya gambarku dan gambar ku yang jelek...
Aku diberi satu tugas. Apa itu?
Well.....itu adalah

JENG JENG JENG

Menebalkan garis panel. (_ _")

Bagi yang tidak tahu apa itu panel, panel adalah kotak-kotak yang ada di komik. Tahu kan? Nah, itu dia kerjaanku yang pertama. Gak apa-apa sih.
Setelah semua panel aku selesaikan, ia memberiku tugas untuk meng-outline. Outline adalah garis luar yang membentuk bentuk dari suatu benda/orang yang digambar.
Ternyata hal itu juga ada tekniknya. Namanya teknik "kontur". Pertama-tama aku latihan dulu. Terus dia suruh deh aku bikin outline di salah satu gambar di komiknya ^_^

Besok sih aku mau kesana lagi sama kak Dita. Milla sepertinya gak ikutan karena ia sudah mudik.

------------------

Terus hari kamis, tepatnya dua hari yang lalu dari saat aku nulis ini, aku jadi main ke tempat Irzaqi-sensei. Siapa dia? Dia adalah salah satu idola-ku. ya, dia yang pernah buat Dharmaputra Whinehsuka, komik yang mengambil setting dunia kerajaan. Keren lah! Dan sekarang ia sedang mengerjakan dua komik bersamaan, yaitu Raibarong dan Carakan. Dia bilang sih bayaran komik online di Indonesia saat ini lebih menguntungkan dibandingkan yang dicetaknya.
Waktu aku main kesana dia juga banyak sharing tentang komik dan macam-macam :)
Aku tanyalah gimana caranya supaya bisa hebat ngegambar..Dia bilang "nyontek aja!"
Dan itu artinya secara harafiah lo.. Jadi kuncinya bisa hebat ngegambar itu sering-sering tiru gambar orang lain yang kita rasa gambarnya itu bagus.
Walhasil dia suruh aku ngikutin gambar Death Note karena aku suka komik itu.
Ini juga lagi belajar. :)
Haha~

Senin, 16 Januari 2012

16/01/2012

Yo, what's up? Hari-hari UAS sedang berlangsung di kampus gue dan sekarang gue pun belum belajar -_-"
Kemarin gue sama temen gue lagi bikin komik (komik dia) dan gue pun cuman ngebantu dikit2. Senang rasanya ngomik bersama. Ibarat lidi itu kuat kalau bersatu, maka semangat gue pun berkobar kalau ngomik bersama-sama :D

Sekarang pun lagi nggambar-nggambar (doodling), tapi gue curang..hehe.. Gue memakai aplikasi DAZ3D buat ditiru. Maklum lah gambaran gue jelek. Gue belum bisa memvisualisasikan sesuatu sampai ke tahap perealisasian.

Gue juga lagi mau bikin komik baru lagi. Judulnya 'The Rock of Lies', cerita bertema supranatural, psikologi, detektif, roman,dan drama ini baru gue garap sampe di tahap name walau name-nya sendiri belum selesai juga. Untuk ngegambarin tema-tema yang gue sebutin tadi diatas, gue butuh gambaran yang realistis. Dan gue menemukan gambaran seorang anak DKV angkatan 2011 di kampus yang gambarannya cocok buat komik gue. Mudahan saja ia nanti mau kerja-sama sama gue buat ngebikin komik :)
Tapi sebelum itu gue harus nyelesaiin name gue dulu...
Semangat!

Sabtu, 07 Januari 2012

How to Create a Battle Map

A battle map can be used to explain a battle from history, to create a background for a story or to play a game. Battle maps are not difficult to create, but it is important to pay close attention to detail. A battle map should contain the geography of the location as well as buildings and possible places of retreat. As much as possible you should include information about the troops on either side of the battle.

Instructions

    • 1
      Research the area where the battle took place. Look at other maps of the area or walk the area yourself. If you are drawing the map for a book or a game, read the descriptions carefully. If you are making up the land be sure to include various terrains to make the map more interesting.
    • 2
      Create a key for the map with symbols for various items. For example you should have symbols for rivers, roads, fences, trees, hills and boulders. If it is an urban map, you may want to include the height of buildings because it will affect the strategy.
    • 3
      Draw the map on a big piece of butcher paper. Keep everything to scale. This map should be the basic outline of the area with geographical characteristics.
    • 4
      Add in the manmade details such as buildings, fences and other characteristics. This should also include the location of troops for both sides of the battle.
    • 5
      Map out escape routes and weak places to attack the enemy.

How to Draw City Maps for Your Fantasy Story

The art of writing a fantasy story often includes the creation of entire new worlds with their own geography and civilizations. Sometimes, it's useful for both author and reader to have a map to serve as a visual guide to understanding the story. As an author, you may not consider yourself a visual artist, but it's still possible to create a useful and attractive map with only rudimentary drawing skills.

Instructions

    • 1
      Make a list of the locations your map needs to include. Go through your finished story or outline and write down every location that plays a major part, is the site of a scene or is mentioned by the characters. Decide if you want to include all of the locations or just the ones whose positions you or the readers really need. If you haven't named any of the locations, do it now so you can include them in the map.
    • 2
      Figure out where the locations are in relation to one another, observing factors such as geographical features, the distance needed between locations to accommodate characters' travel time, and any references to locations and distances, such as being able to see parts of a city from certain spots.
    • 3
      Sketch the graphics for each location, with their names, drawn to the rough scale, and cut them out. Put them on a blank piece of paper and experiment with the layout until you find positions you outlined in Step 2. You don't need a perfectly accurate map scale.
    • 4
      Make a pencil sketch of your map. Draw the central locations as you've laid them out, then fill in the rest of the map with sketches of the city's layout: streets, alleyways, etc.
    • 5
      Retrace the completed lines in black marker. Let the ink fully dry, then erase all of the pencil, leaving the clear and bold ink lines of your finished map.

How to Create a Story Map

Whether you are writing a mystery or a science-fiction story, it is essential to know where the story is going. Rushing into a story when you have only a rudimentary idea of where the plot is going will lead to inevitable rewrites and dead ends. A story map will give you a good idea of where your story is going and what you have to do to get there.

Instructions

  1. The Five W's

    • 1
      Draw five lines on a clean sheet of paper. On each line, write "who," "what," "where" "when" and "why." Leave plenty of space beneath each line so that you can write your notes.
    • 2
      Write down the names of your characters and a very brief description under "who." This will help you keep your main characters in mind.
    • 3
      Write down the main focus of your story under "what." What are your characters dealing with, and what are they fighting for?
    • 4
      Write down your setting under "where." Are you writing a story set in modern London or does it take place in a fantasy city?
    • 5
      Write down the time period that your story belongs in under "when." It might be something as specific as a year or during a time that is a conglomeration of several periods if you are writing a fantasy story. Underneath "when," you can also put down the time of year when your story is going to be happening and how much time passes.
    • 6
      Write down what is driving your characters under "why." Why are they doing the things they do? What do they stand to lose if they do not act in this fashion?

    The How

    • 1
      Fold a new sheet of paper in half.
    • 2
      Divide the right half of the paper into three boxes stacked on top of one another. Label the top box "beginning," the middle box "middle" and the bottom box "end."
    • 3
      Write down how the story starts in the box labeled "beginning." Where are the characters and what are they doing? Write down the event that gets them moving and begins the real action of the book.
    • 4
      Write down the main action of the story in the box labeled "middle." The actions that your characters take and the things that happen to them go in this box.
    • 5
      Write down how the story resolves itself in the box labeled "end." In this box, you will determine how your characters are going to solve the problem with which they are faced.
    • 6
      Make notes about each of these sections on the other side of the sheet of paper. These are things that you would like to incorporate into your story and notes that will help you when you sit down to write.

How to Write a Good Ending to a Story

Writing a good story ending means wrapping up all the loose ends you created, in all the story lines you wrote for your characters. Readers prefer a happy ending, so consider that as you resolve your characters' situations.

Instructions

    • 1
      Make a list of each character and the situations they've faced throughout the story. This is a methodical way to avoid forgetting a loose end you really should tie up at the end.
    • 2
      Decide how you want to wrap up a situation for each character. If you've implied a relationship between two minor characters, send them out on their first date as a way to give them a happy ending. Find a similar solution for each of your minor characters, if it's appropriate to do so.
    • 3
      Look at each of your main characters and decide how you want their story to end. A good ending is one where all the conflicts are resolved and all misunderstandings are straightened out.
    • 4
      Put your main characters in a position where they have to deal with each other. This gives them the opportunity to resolve any conflicts or misunderstandings. They can be locked in an elevator, stuck on a boat or any other situation you can conceive where they're forced to talk.
    • 5
      End the story you're writing by allowing your main characters continue their lives either happily together or comfortably apart. Since most readers prefer a happy ending, many characters end up happily together.

How to Create an Interesting Story Line

One thing that most writers struggle with when trying to tell a story is creating an interesting story line. The plot, the climax and the resolution somehow get lost amidst character development and entertaining descriptions. What good are complex characters, however, if there isn't an equally complex and interesting story for them to tell?

Instructions

    • 1
      Determine what you want the story to be about; a basic step, but nonetheless an important one. What do you want to see happen, and how do you plan on arranging the story? What message are you sending in your story? What is the best way to communicate your plot to your audience?
    • 2
      Research. Find out if the story you want to write has been written before. Is it too familiar? Too cliche? If so, don't be concerned with tweaking it a little, or, better yet, come up with a stronger original idea.
      Once you've researched whether your idea is unique, research your story. You cannot plot out your story line if you do not have an extensive knowledge of the topic at hand. For example, if your story is about a doctor, you much research and have a strong knowledge of the medical field -- even the story is fiction.
    • 3
      Map out your plot-line. From beginning to end, map out exactly what is going to take place, including the climax and the conflict resolution. Writers map out their plot-lines differently, so do what works best for you. Arrange your story on a white board, use sticky notes, create an outline in your word processing program ... whatever suits your mapping style.
    • 4
      Determine the effect of the plot on the characters. Will it help them grow, and exactly how will it help them grow? Now is the time to throw your complex and interesting characters into a complex and interesting plot, and show your reader how they navigate through the situations they face. How the plot effects the characters is oftentimes the most interesting part of the story, so make sure it jives well.
    • 5
      Determine the effect of the plot on the overall theme. Make sure the plot can work well with your theme and the overall message you want to send. If it doesn't, it's time to do some more research and make some changes.
    • 6
      Share the story with someone else. Allow a fellow writer, reader or someone with a critical eye to take a look at your ideas before proceeding. Get some opinions. If the story doesn't make sense to them, it probably won't work that well for others. Be open to suggestions.

How to Begin a Story

The important thing when beginning a story is to start writing. There are probably dozens of tools you can use to get those all-important first words on paper, but none of them are worth as much as a first draft. In other words, don't obsess. Find some words you can live with for the moment and write the story. Then you can come back and search for the perfect opening.

Instructions

    • 1
      Keep a notebook with you at all times. It should be small enough to fit in your pocket.
    • 2
      Whenever a good beginning occurs to you, jot it down. You don't need to write more than a sentence or two to get your idea across.
    • 3
      When you sit down to write a story, look at all your ideas. See if any of them inspires you.
    • 4
      Just start writing. There will be an opportunity to change your story later on. You can rewrite the beginning of your story if you decide it is not up to par..
    • 5
      Start with a line of dialog. By putting your character in the middle of a conversation, you can jump write into the story without a long, tedious introduction.
    • 6
      If you are writing from the first person begin with your protagonist making an irrelevant observation. Have him say something idiosyncratic and particular to him. This will allow you to introduce the character as a three-dimensional character and begin to explore his personality from the first page.
    • 7
      Jump right in to the action. A beginning like "the alarms shrieked and an awful plume of acrid smoke shot skyward" may not be the best line for an introspective character piece, but it will get any plot driven story rolling.
    • 8
      One way to start is with a line that the reader will not understand immediately. This will get your reader asking questions and make her read more. For example, if you begin with "the Lima Bean Boy was having another null," the reader will want to know who the "Lima Bean Boy" is, what a "null" is, and why he has such a peculiar name. This will get her curious about the story and potentially suck her in.
    • 9
      Begin with vertigo. Bombard the reader with colorful, disjointed, jarring images. This beginning works especially well if your narrator is intoxicated, asleep, crazy, under attack, or in the middle of a catastrophe.
    • 10
      Begin with an observation of your own which relates to the purpose of your story. If there is something that you want to say, come out and say it. It will get you started writing and, if it is too clumsy and obvious, you can always come back and change it later.

Hints on How to Write a Good Story

To write good stories, you need to develop a productive writing habit. Active reading, frequent writing and a strong commitment to editing your stories can transform you from a beginning writer into a professional over time. Use these long-term strategies to become a better story writer.

he hundred greatest novels ever written and read them all. Read books that inspire you and choose authors who write the way you wish you could. Ask yourself questions about the text. You might notice that many writers you admire use very simple dialogue tags, repeating "he said" and "she asked" over and over again. An active reader would think to herself: Why don't they use more variety in their dialogue tags, writing "he intoned," "she inquired" and "he muttered obliquely"? The answer is that those authors want the reader to focus on the dialogue, not the tags. They repeat "said" to make the tags invisible.
Active reading will fuel your mind with ideas. Take notes while you read. Write in your books. Borrow elements of other writers' strategies and styles and make them your own.

Write Habitually

  • Practice is the key to writing well. Many professional writers train like professional athletes: they have a regular regimen of writing exercise that they do every day at the same time and place. If possible, select a time of day when you are most energized and productive. Choose a time you can commit to daily or at least frequently on a regular schedule.
    Decide where you can write in comfort during all the times on your writing schedule. Think about factors like light, temperature, weather, privacy, noise, computer battery life and interruptions. Decide whether you will compose on a computer or in a notebook. If you have a voice in your head that critiques you while you write, you may spend too much time editing while you write your first draft. Try writing your first drafts on paper if you have a nagging internal editor.

Revise with Gusto

  • Revision is the most important part of the writing process. Hemingway rewrote the last page of A Farewell To Arms 39 times. Expect to spend at least three times as long revising your story as you spent writing the first draft. Put your finished drafts aside for a while before you edit them. Wait at least a week. After you have moved on to other projects, you will be able to approach your own writing from a more objective standpoint.
    Look for character traits and relationships that you should develop more. How much has your character changed during the story? If your protagonist hasn't changed in any small way, think about how he could. If he has changed more than seems plausible under the circumstances, you can either figure out a way to make the big change believable or make the character change more subtle in your next draft.
    The book Style: Toward Clarity and Grace by Joseph M. Williams is a great first guide for editing prose. It's short, clear and explains how to apply 10 principles that will make your prose sharp as a blade.

How to Start Writing an Interesting Story

What makes an interesting story is a character we love facing an important choice or obstacle that tests her values. Many stories become dull because the character does not awaken an emotional response in us or the choice or obstacle is not worth caring about. You can write an interesting story by generating a collection of ideas through brainstorming, then selecting and refining the most interesting ideas to heighten readers' sympathy with the character and their investment in the conflict and resolution.

INSTRUCTIONS


  • 1
    Write 500 to 1000 words as quickly as you can without any self-censoring. This is called freewriting. It will warm you up and begin to reveal themes that are foremost in your mind, which will become the ideas you can write about most interestingly. This need not be a major project -- simply type or write the thoughts as they come to you.


  • 2
    Find the themes, words, questions or ideas in your freewriting that most interest you. Don't worry about whether they make sense. Often things will resonate with you on an emotional or subconscious level. Even though you may not be able to explain them, they are almost always worth pursuing.
  • 3
    Sketch out a summary of your story based on the themes you've identified. If you are unsure how to develop them, keep freewriting with a focus on the ideas you have chosen. The story summary may be an overview of a conflict and a resolution, or simply a starting question or situation that a character must face.
  • 4
    Ask yourself questions about the main character and write down the answers. Focus on the values that shape the character's choices and on the qualities and experiences that have shaped those values. If certain aspects of the character don't ring true or reduce your emotional investment in the character, try altering the character to remove them. Choose solutions that seem believable and remain consistent with the character's personality.
  • 5
    Write a draft of the story quickly and without worrying too much about coherence, correctness or completeness -- you can fix and polish the story later. At this stage the main goals are to explore potentially worthwhile ideas, to create a character you love desperately, to develop a pressing conflict that will drive the character to a meaningful choice or effort, and to relay a convincing source of strength the character will draw upon to make that choice or effort. These elements reveal the character growth that lies at the heart of any interesting story.


    Sumber:http://www.ehow.com/how_2195482_start-writing-interesting-story.html
  • Kamis, 05 Januari 2012

    Buru-buru Dalam Mengejar Masa Depan yang Baik

    Cobalah berpikir tentang semua kenikmatan dan rezeki yang kamu dapat hingga hari ini. Terutama kenikmatan yang kamu dapat melalui orang tuamu. Ingat-ingatlah setiap detail pemberian mereka kepadamu yang hanya memberikan sedikit kepada mereka sebagai pembalasannya.

    Hal itu terlintas di pikiranku pagi ini. Dan aku tuliskan dalam blog-ku supaya aku bisa terus membaca ulang pikiran ini sampai kapanpun. Diingat-ingat lagi, selama hampir 20 tahun ini aku tidak pernah memberikan sesuatu yang membanggakan buat orang tuaku. Palingan hanya sewaktu aku SMP. Tapi setelah SMP,  semua berubah. Aku tidak pernah mendapatkan peringkat di dalam kelas. Aku tidak pernah memenangkan sebuah lomba atau kompetisi di bidang akademik maupun non-akademik. Aku suka menghamburkan uang untuk beli komik. Sekarang, aku menghabiskan uang orang tuaku untuk kuliahku dan selain itu juga mereka rela membelikanku laptop dan kebutuhan-kebutuhanku yang lain. Tapi apa yang sudah aku berikan pada mereka?

    Aku masih ingat pada waktu itu bapakku punya teman seorang dari Jepang. Bapakku mengundang orang tersebut untuk datang ke rumah. Untuk apa? Alasannya karena ia ingin aku berbicara langsung kepada orang Jepang itu (namanya Takeshi) supaya aku bisa sharing tentang cita-cita yang aku selalu katakan kepada orang tuaku. Bayangkan...bapakku sengaja mengundang seseorang agar aku bisa sharing untuk masa depanku, telebih, untuk cita-citaku.

    Orang tuaku tidak menentang mimpiku sama sekali. Malahan, mereka selalu menanyakan bagaimana perkembangan komik-komik ku. Ironis sekali jika mereka tahu bahwa besarnya pengorbanan harta dan waktu yang telah mereka dan aku lakukan demi keegoisanku ini dibandingkan dengan kecilnya pencapaianku. Atau, mungkin bahkan belum bisa disebut sebagai sebuah pencapaian.

    Singkat cerita waktu aku sharing dengan Takeshi, ia berkata secara tidak langsung kalau persaingan menjadi komikus/mangaka itu tidak mudah. Banyak sekali orang Jepang yang ingin menjadi mangaka. Mungkin ia salah tangkap waktu itu dan mengira kalau aku juga ingin menjadi mangaka di Jepang, padahal maksudku hanyalah ingin bertanya-tanya apakah aku bisa sekolah ke Jepang sana dan belajar menjadi mangaka di dalam perjalanan tersebut. Tapi, itu tidak penting. Intinya, aku merasakan kalau aku, yang nota bene memang tidak bisa menggambar (yang mana merupakan salah satu unsur sangat penting untuk menjadi mangaka) sudah hampir tidak punya harapan lagi untuk berhasil, paling tidak untuk ukuran di Jepang.

    Coba kau bayangkan mimpimu ditolak mentah-mentah oleh seseorang yang bahkan tidak dekat denganmu! Ia sudah meminta maaf berkali-kali sebelum mengatakan yang sejujurnya, tapi, aku tak menyangka kalau ia akan berkata dengan begitu to the point-nya. Kalau aku juga orang Jepang, mungkin perkataan dia itu bisa membuatku tidak bisa tidur dan ingin "membalas dendam" dengan kesuksesan di kemudian hari. Aku jadi berpikir kalau mungkin cerita-cerita di manga Jepang, dimana tokoh protagonis diremehkan dan dianggap tidak mungkin berhasil menggapai impiannya memang dikarang berdasarkan kenyataan.

    Dulu, salah satu temanku juga pernah meremehkanku. Menganggap kalau aku hanya bermimpi dan suka pamer. Setidaknya itulah yang kutangkap dari perkataannya. Aku langsung pulang dari kosan temanku (kebetulan kami waktu itu lagi ngerjain tugas di tempat temanku yang satunya) dan langsung ingin "balas dendam". Dengan motivasi ingin membuktikan padanya kalau aku bisa dan akan menjadi komikus, aku langsung rajin latihan menggambar. Banyak kertas foilio aku habiskan untuk itu.

    Kembali lagi ke awal cerita. Seperti hari kemarin aku pun menonton anime Bakuman lagi. Dan aku tidak bisa menolak kalau aku memang terinspirasi oleh kartun-kartun Jepang tersebut (ada Pokemon, Naruto, Bleach, dll) walaupun aku tidak terlalu suka nonton anime dan lebih condong terinspirasi ke manga-manga nya. Di serial Bakuman itu Saiko, tokoh protagonis bilang kalau ia harus menguasai begitu banyak hal sebelum ia bisa mengirimkan karya yang pantas disebut bagus. Lalu aku "mengaca" dan menyadari kalau hal-hal yang harus kukuasai (baik dari segi gambar dan cerita yagn mana berarti sebuah combo untuk ku pelajari) itu berton-ton!

    Dalam kira-kira semingguan belakangan aku sering meragukan apakah aku dapat menggapai citaku atau tidak. Aku menyadari kalau aku sudah mau berusia 20 padahal usia tersebut adalah janjiku atas batas usia dimana komikku sudah diserialkan. Dan itu tinggal kurang dari 4 bulan lagi...

    Aku pernah membayangkan, apabila aku mengambil langkah komikus ini sampai aku sukses, yang mana aku tidak tahu aku akan sukses kapan, mungkin saja ketika aku sudah berusia setengah abad, mungkin ketika aku belum berusia 30 tahun, siapa yang akan tahu? Aku sadar kalau aku orangnya memang suka nekat semenjak kecil, tapi ini lebih dari sekedar nekat main-main, ini menyangkut masa depanku, dan kehormatan orang tuaku, serta masa depan anak istri ku (jika aku telah menikah), mau aku beri makan apa mereka kalau aku tidak kerja? Dan jika aku berhasil menjadi komikus, sepengetahuanku uang komikus dari hasil membuat komiknya belum mencukupi kehidupan sehari-hari mereka (untuk ukuran di Indonesia). Tapi aku tidak tahu bagaimana jadinya ke depan. Mudahan akan jadi lebih baik seperti pemain sepak bola.

    Yang bagusnya dari dunia senia adalah kau tidak punya usia produktif dan usia tidak produktif lagi. Selama tangan dan otakmu masih bisa bekerja, selama itu pula kau bisa menghasilkan karya. Setidaknya itulah keuntungan yang bisa kupikirkan tentang menjadi komikus. Kau bisa menghasilkan banyak karya dalam satu riwayat hidupmu.

    Anime Bakuman pagi ini benar-benar mengajakku untuk menjalani hidupku hanya untuk komik. Seperti kata temanku, Wocil..."Memang hidupnya untuk komik, ya (Yahya)". Saat itu aku tidak begitu memahami arti dari kata-katanya, tapi sekarang aku mengerti betul maksudnya. Waktu SMA aku dan Wocil, teman sekelasku pernah mau membuat komik bersama. Ceritanya mirip seperti Bakuman, tapi bedanya tidak ada unsur romance-nya di dalamnya -_-".

    Sekarang, kuliah pun aku sudah malas. Aku tidak merasa aku berbakat di bidang desain juga. Aku risih dengan peraturan-peraturan dalam desain. Seperti mengerjakan suatu karya seni yang memiliki rumus. Tidak bebas berkspresi. Ya aku tahu desain memang beda, tapi yang ingin kukatakan adalah sepertinya aku tidak cocok di desain. Tapi, kalau aku tidak cocok, kemana aku harus melangkah? Sains?

    Pada akhirnya, takdir kita memang "dituliskan" oleh kita sendiri. Selalu ada resiko dalam setiap keputusan. Ingatlah Yahya, buat orang tuamu bangga!