Iklan

Kamis, 06 Desember 2012

Belajar Memaafkan dan Merelakan

Hai blog-ku. Tunggu, sepertinya aku harus membersihkanmu lebih dulu...
Debumu sudah banyak sekali :D

Hari ini aku mau curhat disini. Sudah lama banget nggak curhat lagi disini karena sebenarnya menuliskan perasaan di blog itu agak aneh menurutku. Tapi, yasudahlah sekali-sekali kan nggak apa-apa....

Semalem aku begadang dengan salah satu teman se-kosanku. Bukan begadang mantengin TV buat nonton bola..tapi begadang hanya sekedar ngobrol-ngobrol. Yah sambil curhat-curhatan. Kami masing-masing cerita tentang keinginan-keinginan terpendam kami, tentang perasaan kami saat-saat ini, tentang pengalaman, tentang pandangan hidup... Dan pandangan hidupnya itu aku kagumi :)

Pandangan hidup bahwa hidup kita adalah untuk orang lain. Suatu prinsip mulia yang sulit ditiru. Ia sering cerita kalau hidup itu akan bermakna ketika kita dapat berdampak sosial pada orang lain. Cara pandang seperti itu sekarang sedang aku usahakan untuk dapat kujadikan prinsip hidupku. Meskipun begitu aku sadari bahwa diriku masih sangat egois, mementingkan kepentingan pribadi, serta takut dirugikan apabila terlalu banyak menolong.

Kemudian, setelah kami berbincang-bincang tentang cara pandang dia, aku berbicara tentang cara pandangku. Aku jelaskan kalau aku punya beberapa hal yang aku rasa merupakan nasib buruk bagiku. Aku mengeluh dan protes pada keadaan yang tidak seperti aku inginkan. Namun lagi-lagi ia menasehatiku dengan bijaksana, "Cobalah kamu jangan lihat ke atas terus, sekali-kali kamu melihat ke bawah..." , aku tahu ungkapan itu, aku tahu klise itu. Namun hal itu masih begitu susah untuk ku praktekkan. Rasa syukur, dan pandangan untuk hidup demi orang lain. Dua hal itu yang ingin aku coba jadikan karakterku sekarang ini.

Melanjutkan perbincangan kami tadi, akhirnya sampailah pada saat ketika kami kembali membicarakan tentang masa lalu ku di SMA yang suram. Aku membenci salah satu anggota keluarga besar-ku, karena dialah penyebab aku mengalami masa-masa tersulit di dalam hidupku. Yaitu masa ketika aku tidak memiliki seorang kawan, kesepian, kelaparan, kurang kasih sayang, penyendiri, depresi, dan hal-hal negatif lainnya.

Aku tidak menyadari diriku dulu akan menjadi orang yang begitu mengalami tekanan mental yang begitu besar. Aku juga terlambat menyadarinya, dan ketika aku menyadari bahwa ada sesuatu yang salah dengan diriku, semuanya sudah terlambat. Membutuhkan waktu sekitar empat tahun sampai aku benar-benar merasa lega dan hilang dari trauma tersebut. Aku mendendam dan segitu inginnya aku membunuh orang yang sudah menyakitiku tersebut. Namun, kembali lagi temanku itu mengingatkanku untuk mencoba memaafkannya. Sejak setelah pembicaraan kami, aku jadi berpikir bahwa yang dikatakannya ada benarnya juga. Tapi tidak semudah itu dipraktekkan. Sontak, perasaan tidak berdaya dan kesedihan yang belum pernah kurasakan sebelumnya itu kembali muncul di ingatanku...alhasil, air mataku turun.

Aku keluar kamar, masuk kamar mandi untuk siap-siap sholat subuh karena kami berbincang-bincang hingga fajar. Tangisku di kamar mandi malah menjadi-jadi. Aku tahan agar tak bersuara. Lalu aku membayangkan mantan ku yang pernah kusakiti. Kemudian aku berangan pada diri sendiri, apa sakit yang aku sebabkan ke dia juga sebesar ini? Kalau iya, aku harus segera minta maaf padanya.

Setelah semua itu berlalu beberapa jam, aku mulai berpikir untuk mulai memaafkan dan merelakan kehidupan suram yang pernah kurasakan di masa lalu. Mudah-mudahan aku bisa mempraktekkannya. Lalu aku ingin bisa hidup untuk orang lain juga. Amin