Iklan

Kamis, 05 Januari 2012

Buru-buru Dalam Mengejar Masa Depan yang Baik

Cobalah berpikir tentang semua kenikmatan dan rezeki yang kamu dapat hingga hari ini. Terutama kenikmatan yang kamu dapat melalui orang tuamu. Ingat-ingatlah setiap detail pemberian mereka kepadamu yang hanya memberikan sedikit kepada mereka sebagai pembalasannya.

Hal itu terlintas di pikiranku pagi ini. Dan aku tuliskan dalam blog-ku supaya aku bisa terus membaca ulang pikiran ini sampai kapanpun. Diingat-ingat lagi, selama hampir 20 tahun ini aku tidak pernah memberikan sesuatu yang membanggakan buat orang tuaku. Palingan hanya sewaktu aku SMP. Tapi setelah SMP,  semua berubah. Aku tidak pernah mendapatkan peringkat di dalam kelas. Aku tidak pernah memenangkan sebuah lomba atau kompetisi di bidang akademik maupun non-akademik. Aku suka menghamburkan uang untuk beli komik. Sekarang, aku menghabiskan uang orang tuaku untuk kuliahku dan selain itu juga mereka rela membelikanku laptop dan kebutuhan-kebutuhanku yang lain. Tapi apa yang sudah aku berikan pada mereka?

Aku masih ingat pada waktu itu bapakku punya teman seorang dari Jepang. Bapakku mengundang orang tersebut untuk datang ke rumah. Untuk apa? Alasannya karena ia ingin aku berbicara langsung kepada orang Jepang itu (namanya Takeshi) supaya aku bisa sharing tentang cita-cita yang aku selalu katakan kepada orang tuaku. Bayangkan...bapakku sengaja mengundang seseorang agar aku bisa sharing untuk masa depanku, telebih, untuk cita-citaku.

Orang tuaku tidak menentang mimpiku sama sekali. Malahan, mereka selalu menanyakan bagaimana perkembangan komik-komik ku. Ironis sekali jika mereka tahu bahwa besarnya pengorbanan harta dan waktu yang telah mereka dan aku lakukan demi keegoisanku ini dibandingkan dengan kecilnya pencapaianku. Atau, mungkin bahkan belum bisa disebut sebagai sebuah pencapaian.

Singkat cerita waktu aku sharing dengan Takeshi, ia berkata secara tidak langsung kalau persaingan menjadi komikus/mangaka itu tidak mudah. Banyak sekali orang Jepang yang ingin menjadi mangaka. Mungkin ia salah tangkap waktu itu dan mengira kalau aku juga ingin menjadi mangaka di Jepang, padahal maksudku hanyalah ingin bertanya-tanya apakah aku bisa sekolah ke Jepang sana dan belajar menjadi mangaka di dalam perjalanan tersebut. Tapi, itu tidak penting. Intinya, aku merasakan kalau aku, yang nota bene memang tidak bisa menggambar (yang mana merupakan salah satu unsur sangat penting untuk menjadi mangaka) sudah hampir tidak punya harapan lagi untuk berhasil, paling tidak untuk ukuran di Jepang.

Coba kau bayangkan mimpimu ditolak mentah-mentah oleh seseorang yang bahkan tidak dekat denganmu! Ia sudah meminta maaf berkali-kali sebelum mengatakan yang sejujurnya, tapi, aku tak menyangka kalau ia akan berkata dengan begitu to the point-nya. Kalau aku juga orang Jepang, mungkin perkataan dia itu bisa membuatku tidak bisa tidur dan ingin "membalas dendam" dengan kesuksesan di kemudian hari. Aku jadi berpikir kalau mungkin cerita-cerita di manga Jepang, dimana tokoh protagonis diremehkan dan dianggap tidak mungkin berhasil menggapai impiannya memang dikarang berdasarkan kenyataan.

Dulu, salah satu temanku juga pernah meremehkanku. Menganggap kalau aku hanya bermimpi dan suka pamer. Setidaknya itulah yang kutangkap dari perkataannya. Aku langsung pulang dari kosan temanku (kebetulan kami waktu itu lagi ngerjain tugas di tempat temanku yang satunya) dan langsung ingin "balas dendam". Dengan motivasi ingin membuktikan padanya kalau aku bisa dan akan menjadi komikus, aku langsung rajin latihan menggambar. Banyak kertas foilio aku habiskan untuk itu.

Kembali lagi ke awal cerita. Seperti hari kemarin aku pun menonton anime Bakuman lagi. Dan aku tidak bisa menolak kalau aku memang terinspirasi oleh kartun-kartun Jepang tersebut (ada Pokemon, Naruto, Bleach, dll) walaupun aku tidak terlalu suka nonton anime dan lebih condong terinspirasi ke manga-manga nya. Di serial Bakuman itu Saiko, tokoh protagonis bilang kalau ia harus menguasai begitu banyak hal sebelum ia bisa mengirimkan karya yang pantas disebut bagus. Lalu aku "mengaca" dan menyadari kalau hal-hal yang harus kukuasai (baik dari segi gambar dan cerita yagn mana berarti sebuah combo untuk ku pelajari) itu berton-ton!

Dalam kira-kira semingguan belakangan aku sering meragukan apakah aku dapat menggapai citaku atau tidak. Aku menyadari kalau aku sudah mau berusia 20 padahal usia tersebut adalah janjiku atas batas usia dimana komikku sudah diserialkan. Dan itu tinggal kurang dari 4 bulan lagi...

Aku pernah membayangkan, apabila aku mengambil langkah komikus ini sampai aku sukses, yang mana aku tidak tahu aku akan sukses kapan, mungkin saja ketika aku sudah berusia setengah abad, mungkin ketika aku belum berusia 30 tahun, siapa yang akan tahu? Aku sadar kalau aku orangnya memang suka nekat semenjak kecil, tapi ini lebih dari sekedar nekat main-main, ini menyangkut masa depanku, dan kehormatan orang tuaku, serta masa depan anak istri ku (jika aku telah menikah), mau aku beri makan apa mereka kalau aku tidak kerja? Dan jika aku berhasil menjadi komikus, sepengetahuanku uang komikus dari hasil membuat komiknya belum mencukupi kehidupan sehari-hari mereka (untuk ukuran di Indonesia). Tapi aku tidak tahu bagaimana jadinya ke depan. Mudahan akan jadi lebih baik seperti pemain sepak bola.

Yang bagusnya dari dunia senia adalah kau tidak punya usia produktif dan usia tidak produktif lagi. Selama tangan dan otakmu masih bisa bekerja, selama itu pula kau bisa menghasilkan karya. Setidaknya itulah keuntungan yang bisa kupikirkan tentang menjadi komikus. Kau bisa menghasilkan banyak karya dalam satu riwayat hidupmu.

Anime Bakuman pagi ini benar-benar mengajakku untuk menjalani hidupku hanya untuk komik. Seperti kata temanku, Wocil..."Memang hidupnya untuk komik, ya (Yahya)". Saat itu aku tidak begitu memahami arti dari kata-katanya, tapi sekarang aku mengerti betul maksudnya. Waktu SMA aku dan Wocil, teman sekelasku pernah mau membuat komik bersama. Ceritanya mirip seperti Bakuman, tapi bedanya tidak ada unsur romance-nya di dalamnya -_-".

Sekarang, kuliah pun aku sudah malas. Aku tidak merasa aku berbakat di bidang desain juga. Aku risih dengan peraturan-peraturan dalam desain. Seperti mengerjakan suatu karya seni yang memiliki rumus. Tidak bebas berkspresi. Ya aku tahu desain memang beda, tapi yang ingin kukatakan adalah sepertinya aku tidak cocok di desain. Tapi, kalau aku tidak cocok, kemana aku harus melangkah? Sains?

Pada akhirnya, takdir kita memang "dituliskan" oleh kita sendiri. Selalu ada resiko dalam setiap keputusan. Ingatlah Yahya, buat orang tuamu bangga!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar