Sehari sebelum berangkat ke Kediri gue masih belum dapet tiket. Meski itu tiket kereta ataupun tiket bus. Gue yang ditinggalin sama Ocid tiap hari pun ga bisa ngandelin tu bocah satu. Jadi gue pun memutuskan untuk meng-sms dan meminta tolong pada Dendi yang setia menemani hari hari gue di Jogja. Pertama kita ke Indomaret, tapi di sana ngasih tau kita kalau tiket kereta untuk pergi pagi sampe siang udah habis. Gue maunya berangkat di siang hari, bukan malem hari. Plus harganya emang mahal banget. Jadi kita ke terminal. Di terminal pun ga ada tiket menuju ke Kediri. Untungnya orang terminal situ ngasih tau kita kalau ada yang jual tiket buat ke Kediri tapi jauh tempatnya ada di Jalan Jogja-Solo. Jalannya jauh banget tapi Dendi pun mau nganterin gue kesana. Setelah itu kita pulang.
Besoknya gue dan Fauzi berangkat pagi-pagi ke tempat busnya bakal jemput gue (di Jalan Jogja-Solo), tidak lupa berpamitan sama temen-temen lewat sms dan LINE. Di dalam bus gue duduk sebelahan sama orang yang mau ke Malang. Rupanya dia rombongan pergi bareng bareng temen temen kerjanya kesana. Malang merupakan kampung halamannya. Orangnya ramah, gue cerita adik gue juga baru masuk kuliah di Malang. Lalu kami cerita cerita soal bola gitu. Gue cerita dikit tentang bobotoh, dia tentang bonek.
Sesampainya di Kediri, gue clingak clinguk bahkan ketika masih di bus. Gue lagi nyari taxi, atau angkot, atau ojek. Pas banget gue ada yang nyamperin. Gue kira naik mobil, eh sekalinya pas, dia bilang tukang ojek. Pas lah, pasti ga terlalu mahal gue pikir.
"Berapa pak?
Biasa lah dek, dua puluh ribu...
Oke pak."
Dia nanya gue mau ke mana. Gue jawab, 'ke mesjidnya LDII pak'. 'Oooh LDII', jawab dia. Seperti kebanyakan orang Kediri sudah terbiasa dengan ormas tersebut. Jadilah gue dianter sampai pintu belakang (pintu selatan) dari pondok pesantrennya. Begitu gue turun gue langsung sms temen temen minta dijemput. Gue bilang, gue lagi di pintu selatan. 'Oh, iya mas tunggu', kata temen gue. Kebetulan dia emang lebih muda dari gue jadi manggilnya mas. Gue nyampenya itu sebelum maghrib. Lalu kita makan soto. Hmm, oke, rasanya tidak terlalu enak, standar, banyak lemaknya, porsinya kecil, dan harganya mahal. Kombinasi yang pas untuk tidak tinggal di Kediri hahaha. Serius, dari seminggu gue tinggal di Kediri waktu itu, cuman nasi pecel doang yang murah! Sisanya makanannya itu mahal mahal, mana rasanya biasa aja lagi...heeeeh...
Mungkin lo pada nanya gue ngapain ke Kediri. Gue di sana waktu itu asrama Al-Quran di Pondok Pesantren milik LDII. Jadi di sana setiap bulan Ramadhan ada yang namanya asrama Al-Quran. Kita diajarkan dan dikajikan Al-Quran agar mengerti isi kandungannya. Bukan hanya dari segi terjemahan, namun juga tafsirnya. Walaupun gue cuma seminggu doang disana, yang artinya hanya dapat 7 Juz, tapi gue seneng. Gue ketemu temen-temen baru. Dan di sana isinya cuma ketawa-ketawa doang. Apalagi ketika yang mengimami sholat Tarawih nya bacaannya enak didengar.
Sayang, hanya seminggu yang bisa gue rasain di sana karena ada urusan yang harus gue datengin dan gue pikir harus gue siapin di Bandung. Pada hari kedelapan Ramadhan, gue berangkat naik becak ke Stasion Kediri. Kereta gue berangkat jam dua siang. Gue duduk di sebelah seorang mahasiswa juga. Dia menyapa duluan. Sebut saja N. Dia ternyata dari Pare, menuntut ilmu Bahasa Inggris. Ini kedua kalinya ia kesana. Katanya suasana di sana itu enak.
Sudah jam dua siang tapi pintu gerbang masih belum dibuka. Lalu akhirnya dibuka, dan gue langsung tanya ke petugas di mana keretanya. Katanya masih ngurus gerbongnya. Oke, jadi gue dan N duduk menunggu kereta disiapkan sambil ngobrol-ngobrol. Dan gue cerita bahwa gue habis dari asrama Quran alias mondok gitu.
'Lirboyo?', tanyanya
'Enggak. LDII', jawab gue
Dia ngeliat celana gue, dan dia bilang 'ooo iya hahaha'. Dan gue pun ikut tertawa. Dia hanya senyum senyum. Gue pun ngerasa santai karena ia menerimanya dengan santai pula. Kereta datang dan kemudian kita berdua naik ke atas kereta, mencari-cari tempat duduk kita berdua. Kebetulan kita memang duduk bersebelahan. Gue di gerbong 3 kursi 5a, dia di gerbong 3 kursi 5b. Sepanjang perjalanan kita berdua hanya diem-dieman dan tidur. Perjalanan terasa lama. Kemudian ada dua mahasiswi yang naik kereta dan duduk di depan kita. Perjalanan pun masih berlanjut. Hingga akhirnya gue dibangunin sama petugas dan diminta kasih lihat tiketnya. Tiket gue udah gue kasihin dan udah ditandain juga sama dia. Sekarang giliran si N. Dia kasih lihat tiketnya, lalu petugasnya bilang, 'kasih tiket yang bener mas'. Sontak dia pun kaget. Gue kira dia ngasih tiket waktu dia ke Pare.
Tapi dia ngotot bilang 'Itu tiketnya mas. Ini kereta Kahuripan kan?'
'Lain, ini kereta Lapindo', jawab si petugas.
JADI, KITA SALAH NAIK KERETA?!?! Sontak gue pun langsung tertawa terbahak bahak. Ga bisa gue bayangin kebodohan gue sama si N yang bisa bisanya salah naik kereta. Gue pun bilang ke dia, "kita bego banget ya? hahaha". Dia pun bilang kalau tadinya dia pengen ngajak ngobrol pria yang tadinya masih duduk di depan kami, tapi tidak dilakukan. Walhasil, kami berdua pun tidak tahu menahu tentang kereta Lapindo yang membawa kami ke Jawa Timur ini.
"Yaudah, nanti di sana (di stasion Surabaya) kita beli tiket pulang lagi. Gue masih ada duit kok.", kata gue.
Tidak disangka-sangka, salah seorang dari dua mahasiswi yang tadi gue ceritain duduk di depan kami pun langsung ngasih tahu kami kalau dia barusan ngubungin ibunya, dan kata ibunya kereta malam buat ke Bandung dari Surabaya nggak ada. Gue pun bingung dan bertanya dalam hati apa maksud dari pembicaraan cewek ini.
"Saya punya temen di Surabaya, kalau mas mau mas bisa nginep di rumah temen saya itu".
EBUSEEEET??? Yang bener men? Ini kenapa tiba-tiba malah ditawarin tempat tidur sama cewek lagi? Niatnya baik bener, tapi dia gak risih apa ya ama cowok yang baru dikenalnya?
Gue lupa nyebutin nama mereka ya? Sebut saja si cewek yang barusan ngomong tadi si 'S', dan temennya 'E'. Mereka kuliah di Universitas yang sama. Kayaknya udah temen lama. Dengan ditawarin tempat tinggal begitu, kami berdua pun ngerasa gak enak. Dan kami bilang "gak usah, mbak".
Sesampainya di stasion Surabaya, kami berdua clingak clinguk mencari jadwal keberangkatan buat ke Bandung. Tapi, seperti yang diceritakan si 'S', nggak ada kereta buat ke Bandung dari Surabaya di malam hari. Dengan tidak ada pilihan lain, akhirnya kami berdua memutuskan untuk mau menerima ajakan si S untuk nginap di rumah temannya. Sebelum kami berangkat menuju rumah temannya tersebut, kami mampir di sebuah rumah makan terlebih dahulu. Tapi lagi-lagi kebaikan kedua orang mahasiswi ini pun membuat mata gue melotot.
Mereka yang bayarin makan kita berdua!
Padahal gue sama si N mau bayar sendiri aja. Udah gitu kita naik taxi menuju rumah temannya si S, sebut saja mas 'D'. Rupanya mas D memiliki sebuah rumah praktik. Sepertinya mas D ini dari keluarga dokter. Kami berdua disuruh nginap di rumah praktiknya. Rumah praktiknya kosong. Yaiyalah orang malam hari juga. Sesampainya disana si S dan E membuat kami berdua semakin tertegun dengan memaksa agar merekalah yang membayar taxi. Semakin tidak enak hati saja kami berdua. Kok ada orang kayak begini, pikir gue waktu itu. Mereka cabut.
Selama beberapa saat gue sama si N ngobrol-ngobrol dan saling menceritakan tentang diri kami berdua. Gak lama kemudian gue di-sms sama mas D kalau mbak S dan mbak E mau balik lagi ke rumah. Gue pikir mau nemanin ngobrol atau apa lah. Gue udah cukup dibuatnya terheran-heran dengan kebaikannya, sampai gue gak tahu lagi dia mau ngapain lagi kesini. eh rupanya dia balik lagi itu nganterin makanan buat kami berdua sahur! Masya Allah... Gue cuma bisa bilang makasih dan makasih. Si N sampai gak tahu lagi mau ngomong apa lagi saking seringnya bilang 'makasih, ya'. Kami berdua pun memutuskan kalau nanti ketemu lagi sama mbak S dan mbak E kita harus balas budi.
Akhirnya malam itu gue dan N habisin buat ngobrol-ngobrol. Gue gak akan lupain hari dan malam itu. Pengalaman yang aneh tapi berkesan hahaha. Kebetulan si N ini orangnya suka mencari-cari tahu tentang masalah agama gitu. Dan dia pun nanya-nanya tentang LDII itu gimana, apa benar kita mengepel mesjid kalau ada orang luar LDII yang sholat di mesjid kami? Gue pun mengklarifikasi bahwa semuanya itu bohong dan tidak benar adanya.
Besok pagi-pagi kita berdua balikin kunci rumah ke mas D dan naik taxi ke stasion. Kali ini kami berdua bayar sendiri (haha). Dan untung sesuai sama perkiraan kami berdua, tiket untuk menuju ke Bandung masih banyak. Setelah kami beli tiketnya kami akhirnya naik kereta menuju Bandung. Kali ini keretanya benar haha.
Akhirnya gue sampai di Bandung di malam hari dan gak akan lupa sama pengalaman tak terlupakan gue kemarin-kemarin.