Iklan

Rabu, 29 Desember 2010

Idealisme untuk berproduktif

Para pembaca sekalian, nama saya Yahya Pramudya Ekananta. Saya berumur 18 tahun dan kini berstatus sebagai mahasiswa di kota Bandung. Saya ingin berbagi kepada Anda semua mengenai pikiran-pikiran saya. Karena di zaman sekarang ini batas jarak sudah tidak menjadi rintangan lagi. Namun, tidak semua orang memanfaatkannya, entah karena belum mampu, atau hanya sekedar tidak ingin.
Dalam hidup selama 18 tahun ini saya telah mengalami berbagai macam hal yang membentuk pola pikir saya. Mungkin saya bukanlah orang yang paling benar di dunia ini (kenyataan ini mah..) , namun saya terus berusaha belajar memahami dan membedakan mana yang merupakan kebenaran dan kesalahan. Dalam dunia yang kompleks ini tentunya terdapat banyak juga pemikiran dan idealisme yang berbeda-beda. Namun dari semua itu manakah yang paling benar? Saya terlihat seperti suka membeda-bedakan sesuatu, tapi bukan berarti saya membenci perbedaan. Perbedaan itu baik, namun jika dua individu yang terlalu berbeda bertemu bukankah mereka akan saling berkelahi? Yang menjadi pusat perhatian saya adalah mengapa kita kurang dapat menerima yang berbeda dengan apa yang menjadi landasan kita? Saya naif karena berusaha menciptakan dunia yang sesuai dengan pemikiran saya, justru karena itu lah saya sebut diri saya sendiri naif, atau munafik lebih tepatnya. Saya berbicara mengenai penerimaan apa adanya, namun tidak menerima dunia apa adanya. Namun bila kita menerima apa adanya, akankah dunia menjadi semakin baik? Ini yang saya bingungkan. Pada akhirnya saya kembali berfikir tentang pemikiran saya ketika masih duduk di SMA, "tidak ada yang benar-benar benar atau benar-benar salah di dunia ini. Hanya manusia yang mempercayai bahwa hal ini atau hal itu adalah benar atau salah." Yang mutlak benar hanyalah entitas Tuhan.
Yak, Tuhan dalam ayat-ayat Nya dan melalui utusan-utusanNya telah memberi dan mengarahkan manusia pada jalan yang benar. Namun semakin tahun kita dapat melihat bahwa jalan-jalan yang telah ditunjukkan tersebut tersapu dan terbawa oleh arus zaman yang semakin memperpuruk moralitas kita. Api dan air. Jika api adalah panas (hal yang harus kita jauhi), dan air adalah dingin (ha yang nyaman dan baik untuk kita), maka rasa diantara dua elemen tersebut kini telah semakin sama atau mungkin tertukar. Yang baik kita jauhi, dan yang buruk justru kita anggap baik.
Sebagai contoh, yang sepele saja dan mungkin tidak dilarang dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits adalah merokok. Apa sih untungnya merokok itu? Lebih banyak dampak buruk yang dibawa, seperti penyakit daripada untungnya, yang kata orang membuat kita semakin percaya diri dan gaul. Dari zaman ke zaman manusia kebanyakan telah ditipudaya oleh sesuatu yang buruk. Menganggapnya sebagai hal yang baik. Dalam hal ini, saya mempertanyakan, dimanakah otak atau akal sehat kita yang ingin hidup maju? Apakah ini emang paradigma atau idealisme yang dianut kebanyakan manusia?
Dalam aspek yang lain saya ingin menyebutkan kata 'malas'. Malas di Indonesia khususnya karena saya orang Indonesia dan bukan orang luar negeri, sudah merajalela dimana-mana. Walau tidak semua orang begini, namun secara pribadi saya menilai bahwa paling tidak dalam lingkungan yang sudah saya masuki selama ini masih banyak yang begitu. Melakukan berbagai aktivitas yang kurang produktif, dan sebagainya. Bukan ingin mengatakan bahwa saya lebih hebat atau lebih produktif dari orang lain, tapi disini saya hanya ingin mengeluarkan berbagai pikiran yang melaewati otak saya yang kecil ini. Ya, otak manusia memang kecil, tapi penuh dengan imajinasi. Seperti kata Albert Einstein "Logika akan membawa Anda dari A ke B, tapi imajinasi akan membawa Anda kemana-mana". Out of the box, itulah istilahnya.
Mengapa kita tidak keluar dari rutinitas kita sehari-hari yang semua orang lakukan? Mengapa kita semua tidak berusaha untuk meraih apa yang belum tercapai? Haus akan sebuah pencapaian.. memang, namun bukankah itu menjadi pemicu akan sebuah SDM yang meningkat?
Segini saja yang ingin saya tulis, semoga bermanfaat. Sekali lagi pesan utama saya hanya agar kita bangsa Indonesia, siapapun Anda, dari status sosial apapun, latarbelakang pendidikan apapun, dan dalam motivasi apapun agar selalu berusaha untuk menciptakan sesuatu yang baru dengan berfikir out of the box. Negara Jerman contohnya, yang merupakan bangsa yang terpuruk pada masa pasca perang dunia II telah berhasil membangun perekonomiannya kembali melalui penciptaan produk-produk baru yang bermanfaat bagi manusia, dan hal itu memicu orang-orang di skeitar inovator tersebut untuk menciptakan inovator-inovator baru.
Itulah sedikit idealisme yang saya anut untuk masa sekarang di umur 18 tahun ini. Semoga saya dapat menjadi orang yang lebih berguna untuk bangsa Indonesia khususnya dan untuk dunia juga. Amin.....................